Tidak Mengenal Waqi' Adalah Sebuah Kekeliruan Dan Penekanan Kewajiban Tolong Menolong


Tidak Mengenal Waqi' Adalah Sebuah Kekeliruan Dan Penekanan Kewajiban Tolong Menolong


Kategori Fokus Utama


Rabu, 21 April 2004 09:22:04 WIB

FIQHUL WAQI' [MEMAHAMI REALITA UMMAT]


Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Bagian Ketiga dari Enam Tulisan [3/6]






[F]. TIDAK MENGENAL WAQI' ADALAH SEBUAH KEKELIRUAN
Kami telah mendengar dari beberapa orang berkata : "Tidak penting bagi kita mengetahui realita ini". Ucapan ini sebuah kekeliruan. Yang tepat/adil jika dikatakan : "Bagi setiap ilmu yang beragam itu harus ada beberapa orang yang membidangi dan menjadi ahlinya, mereka saling tolong menolong , bahu membahu secara benar dan jujur sesuai dengan tuntunan syariat, tanpa adanya pengkotak-kotakan (hizbiyyah) dan fanatisme. Semua itu dilakukan untuk mewujudkan kebaikan/kepentingan ummat Islam dan menegakkan apa yang menjadi cita-cita setiap muslim, yaitu menerapkan syariat Allah di setiap belahan bumi yang tidak menjalankannya"

Dengan demikian setiap ilmu-ilmu tersebut adalah wajib secara kifayah atas sejumlah ulama kaum muslimin, dan bukan merupakan kewajiban atas seseorang untuk mengumpulkan pada dirinya secara sendirian, lagi pula secara realita hal itu adalah perkara yang mustahil.

Sebagai contoh, terkadang tidak boleh seorang dokter untuk melakukan sebuah operasi tertentu, kecuali jika telah meminta pendapat seorang alim yang telah memahami al-Qur'an dan as-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salaf. Sebab jika kitapun tidak mengatakan mustahil, namun merupakan hal yang amat sulit keberadaan seorang dokter yang benar-benar memiliki keahlian dalam bidangnya sekaligus sebagai seorang yang benar-benar memahami al-Qur'an dan as-Sunnah serta hukum-hukum yang dikandung oleh keduanya.

[G]. PENEKANAN PADA KEWAJIBAN SALING TOLONG MENOLONG
Oleh sebab itu kaum muslimin harus saling tolong menolong sebagai wujud pengamalan firman Allah Robbul 'aalamin (Tuhan semesta alam) dalam kitabnya yang mulia.

" Artinya : .....Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran...." [Al-Maa-idah : 2]

Dengan upaya ini akan terwujud segala kemaslahatan /kebaikan yang menjadi idaman bagi ummat Islam.

Masalah ini termasuk yang tidak memerlukan berfikir terlalu panjang, karena hampir tidak pernah terbayang pada seorang muslim adanya seorang alim yang memahami al-Qur'an dan as-Sunnah, bersamaan dengan itu dia sebagai dokter yang sukses (dalam bidangnya), dan bersamaan dengan itu pula, ia memahami apa yang mereka namakan "Fiqhul Waqi", sebab dengan menyibukkan diri pada satu bidang ilmu, secara otomatis ia tersibukkan olehnya dari mempelajari bidang-bidang keilmuan lainnya. Dan sejauh mana perhatiannya terhadap ilmu yang ditekuni menjadikannya berpaling dari bidang-bidang ilmu lainnya, dan seterusnya.

Dengan demikian tidak mungkin tercapai hasil yang optimal (sempurna), sebagaimana ungkapan saya di atas, kecuali dengan mewujudkan kerjasama (ta'awun) diantara mereka dengan yang lainnya, dan masing-masing berbicara pada bidang keahlian yang dimiliki. Hanya dengan cara inilah akan terwujud segala tujuan syariat bagi kaum muslimin, dan merekapun akan selamat dari kerugian yang nyata. Sebagaimana telah disebutkan oleh Allah Jalla Jalaluhu Rabb semesta alam :

"Artinya : Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, serta nasehat menasehati dalam mentaati kebenaran dan nasihat menasehati supaya menetapi kesabaran" [Al-Ashr : 1-3]

Meskipun demikian dari hasil pengamatan kami selama ini, kami jumpai bahwa sesungguhnya perasaan simpati dan semangat yang menggelora yang terpadu dan tidak terbatasi atau tidak terkendali, membuahkan berbagai dampak negatif. Diantaranya sikap berlebihan yang ditonjolkan dalam mengajak manusia untuk memahami Fiqhul Waqi' (realita umat). Karena pada hakikatnya kewajiban yang harus dilaksanakan terbagi menjadi dua bagian : Fardhu 'Ain/wajib 'ain yang merupakan kewajiban individual (perseorangan) setiap muslim, dan Fardhu Kifayah/wajib kifayah, yaitu manakala telah dilaksanakan oleh sebagian orang, maka gugurlah kewajiban tersebut dari sebagian lainnya. Dengan demikian tidak dibolehkan bagi kita menjadi sesuatu yang bersetatus Fardhu Kifayah sama dengan sesuatu yang bersifat Fardhu 'Ain.

Kalaupun kita mengambil sikap mengalah dengan mengatakan ; bagi para penuntut ilmu yang baru bermunculan dalam karir mereka harus mengetahui/memahami fiqhul waqi', namun tidak mungkin ucapan ini kita berlakukan terhadap ulama-ulama besar kaum muslimin. Apalagi mengharuskannya kepada para penuntut ilmu atau mewajibkan mereka untuk mengetahui Fiqhul Waqi'.

Adapun sesuatu yang merupakan hasil pemantauan dari Fiqhul Waqi' yang telah diketahui, akan ditetapkan hukumnya sesuai dengan kondisi (porsi)nya.

Jika realitanya seperti itu, maka tidak boleh bagi seorang penuntut ilmu agama mengingkari pentingnya memahami suatu "kejadian", karena tidak mungkin kita dapat mewujudkan apa yang menjadi idaman kaum muslimin, yaitu pembebasan diri mereka dan negeri mereka dari penjajahan kaum kafir, kecuali dengan mengenal makar dan tipu daya mereka, atau apa yang menjadi konspirasi mereka terhadap kaum muslimin, dengan tujuan mengingatkan kaum muslimin agar waspada dan mengambil sikap berhati-hati terhadap makar dan tipu daya tersebut, sehingga penjajahan dan penindasan terhadap dunia Islam segera berakhir dan tidak terus berkelanjutan.

Apa yang kami katakan ini tidak mungkin tercapai/terjadi secara maksimal kecuali dengan membina generasi muslim dengan pembinaan aqidah yang didasari ilmu dan manhaj/metode yang benar, berdiri tegak atas dasar "tashfiyah" (pemurnian) Islam dari segala kotoran-kotoran yang digantungkan padanya, dan asas-asas "tarbiyah" (pembinaan) mereka (generasi Islam) diatas Islam yang telah dimurnikan tadi sebagaimana ketika Allah Jalla Jalaluhu turunkannya pada hati Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Termasuk hal penting yang patut disebutkan disini bahwasanya yang mampu membawa ummat kepada kewajiban mereka, baik berupa wajib 'ain atau wajib kifayah, bukan pada khotib yang energik dan bersemangat tinggi, atau para ulama fiqh yang selalu menganalisa, akan tetapi yang memiliki kemampuan untuk maksud tersebut adalah para penguasa yang memegang urusan (kekuasaan) dan mampu melaksanakannya. Bukan pula para pemuda yang hanya bermodalkan semangat, atau para da'i yang hanya bermotifasi oleh perasaan yang mendalam, namun tidak dapat berbuat sesuatupun.

Atas dasar ini merupakan kewajiban para penceramah, ulama dan da'i untuk membina dan mendidik kaum muslimin agar mau menerima, tunduk dan pasrah kepada hukum Islam.

Kemudian langkah berikutnya, mengajak para penguasa dengan menggunakan cara terbaik dan terlurus, mengajak mereka agar mau meminta bantuan para fuqaha' dan ulama dari berbagai disiplin ilmu dan fiqh yang dibidanginya, baik fiqh al-Qur'an dan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, fiqh yang berhubungan erat dengan peraturan Allah Jalla Jalaluhu di alam ini, fiqh tentang realita ummat dan fiqh-fiqh lainnya yang memiliki peranan penting. Semua ini mereka (para penguasa) lakukan sebagai wujud pengamalan salah satu asas Islam yang agung yaitu asy-Syura' (permusyawaratan). Pada saat itulah segala urusan akan tepat mengenai sasaran dan berjalan diatas rel-relnya, serta orang-orang yang beriman akan bergembira dengan pertolongan Allah Jalla Jalaluhu atas mereka. Namun jika mereka (para penguasa) berpaling dari ajakan ini, (marilah kita simak ayat dibawah ini, -pent).

"Artinya : ... Jika mereka berpaling maka kami tidak mengutus kamu sebagai pengawas bagi mereka ..." [Asy-Syura : 48]


[Disalin dari Majalah : as-Salafiyah, edisi ke 5/Th 1420-1421. hal 41-48, dengan judul asli "Hukmu fiqhil Waqi' wa Ahammiyyatuhu". Diterjemahkan oleh Mubarak BM Bamuallim LC dalam Buku "Biografi Syaikh Al-Albani Mujaddid dan Ahli Hadits Abad ini" hal. 127-150 Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i]




Sumber : http://www.almanhaj.or.id/content/654/slash/0


CHM Al-Manhaj Versi 3.8 Online melalui www.alquran-sunnah.com.